a.
Definisi Kepribadian
Dalam
bahasa Inggris, kepribadian disebut personality. Istilah ini berasal
dari bahasa Yunani "persona",
yang berarti topeng. Istilah ini kemudian
diadopsi oleh orang-orang Roma dan mendapatkan konotasi baru yaitu "sebagaimana
seseorang nampak di hadapan orang lain". Konotasi ini seakan-akan
menunjukkan bahwa kepribadian bukanlah diri orang tersebut yang sebenarnya. Kata kepribadian memiliki banyak arti. Banyak
peneliti dan ilmuwan mencoba mendefinisikan kepribadian secara komprehensif.
Definisi-definisi yang coba dipaparkan oleh para peneliti atau ilmuwan antara
lain:
Gordon
Allport (dikatakan sebagai Bapak teori keribadian) mencoba merumuskan,
menjelaskan dan mengklasifikasikan kurang lebih 50 pernyataan yan
gmenggambarkan tentang kepribadian. Salah satunya Allport menerangkan
kepribadian merupakan ”the dinamic
organization within the individual of those psychophysical systems that
determine his unique adjusment to his enviroment” (organisasi yang dinamis
dalam diri individu yang merupakan rangkaian sistem psikofisik yang menentukan
keunikan penyesuaian individu terhadap lingkungannya). Kata dinamis menunjukkan bahwa
kepribadian bisa berubah-ubah, dan antar berbagai komponen kepribadian (yaitu sistem-sistem psikofisik)
terdapat hubungan yang erat. Hubungan-hubungan itu terorganisir sedemikan rupa
sehingga secara bersama-sama mempengaruhi pola perilakunya dalam menyesuaikan
diri dengan lingkungannya.
Beberapa
peneliti mencoba merumuskan kepribadian dengan menyamakannya dengan temprament,
yaitu kecenderungan alamiah dari perilaku, perasaan, dan pikiran individu. Raymond
Cattel mendefinisikan kepribadian sebagai sesuatu yang memungkinkan kita untuk
meramalkan apa yang akan dilakukan oleh seseorang dalam situasi tertentu.
Sedangkan menurut Alfred Adler, kepribadian adalah gaya hidup individu atau
cara yang khas dari individu tersebut dalam memberikan respons terhadap
masalah-masalah hidup. JP. Chaplin dalam Kamus Psikologi, yaitu integrasi dari
sifat-sifat tertentu yang dapat diselidiki dan dijabarkan untuk menyatakan
kualitas yang unik dari individu (Ahmadi, 2004).
Definisi
lainnya merumuskan kepribadian sebagai kondisi yang ditampakkan keluar atau perilaku
yang bisa diamati; sebagai contoh Watson,1924 (dalam Drummond & Jones,
2010) mencirikan kepribadian sebagai ”the
end product of our habit system” (hasil akhir dari sistem kebiasaan).
Kepribadian
merupakan kualitas seseorang yang bersifat subjektif. Sesuatu yang muncul dari
dan sudah terdapat dalam diri seseorang – inner.
Kepribadian
merupakan sesuatu dalam diri individu yang sifatnya konsisten, stabil dan merupakan
perilaku yang menetap, dan dari waktu ke waktu cenderung sama (Maddi, 1980
dalam Drummond & Jones, 2010).
Kepribadian
merupakan pola yang tetap dari pikiran, emosi, dan perilaku yang membedakan
individu dari individu lain. (Drummond & Jones, 2010)
Lebih dalam lagi mempelajari
kepribadian, ada tiga pemikiran fundamental yang mendasari kepribadian, yaitu:
1. TRAITS (Sifat/Ciri/Karakter). Sifat bisa dijelaskan juga
dengan ciri bawaan. Personality trait
dapat dilihat sebagai karakteristik atau kualitas yang membedakan dan
mempengaruhi individu. Sifat dapat
didefinisikan sebagai dimensi beda dari individu dalam kecenderungan untuk
memperlihatkan kekonsistenan dari pikiran, perasaan, dan perilakunya (McCrae
& Costa, 2003). Sifat diasumsikan relatih stabil dan menetap sepanjang
waktu,dan sangat mempengaruhi perilaku.
2. STATES. Berkaitan dengan kepribadian state diartikan sebagai beberapa sifat yang muncul namun sifatnya
sementara. Jika trait menunjukkan karakteristik kepribadian yang menetap,
sedangkan state menunjukkan perilaku yang cenderung sementara. Sebagai contoh:
siswa cenderung mengalami kecemasan saat menghadapi ujian. Kecemasan disini
merupakan state.
3. TYPES. Beberapa peneliti mencoba memahami kepribadian
melalui trait approach yaitu dengan
mengklasifikasikan kepribadian dalam berbagai maca tipe, yang kemudian dikenal
dengan tipe keribadian. Jika traits
menitikberatkan pada karakter yang spesifik dari individu, maka type dapat dikatakan sebagai gambaran
umum yang dapat menjelaskan individu. Tipologi Kepribadian mulai dikenal sejak
Hipocrates mengklasifikasikan manusia kedalam empat tipe yaitu melancholic, phlegmatic, choleric, dan sanguine.
Sebagai informasi, kepribadian secara umum dapat
dilihat melalui berbagai macam perspektif yang didasarkan melalui teori-teori
psikologi yang mendasarinya. Perspektif tersebut antara lain dirangkum pada
tabel dibawah ini
Perspektif
|
Pandangan penting kepribadian
|
Psikoanalisis
|
Fokus pada pengaruh-pengaruh tidak sadar, pentingnya dorongan seksual,
bahkan dalam bidang-bidang nonseksual.
|
Neo-analisis/Ego
|
Fokus pada diri (self) yang
berjuang untuk mengatasi emosi dan dorongan di dalam diri dan tuntutan dari
orang lain di luar diri.
|
Biologis
|
Menitikberatkan pada kecenderungan dan keterbatasan yang berasal dari
warisan genetis; bisa dengan mudah dikombinasikan dengan sebagian besar
pendekatan atau teori lain
|
Behaviorisme
|
Fokus pada analisis yang lebih ilmiah mengenai pengalaman belajar yang
membentuk kepribadian
|
Kognitif
|
Melihat sifat aktif dari pikiran manusia; menggunakan pengetahuan modern
dari psikologi kognitif
|
Trait
|
Teknik pemeriksaan individual yang baik
|
Humanisme
|
Menghargai hakikat spiritual seseorang; menekankan perjuangan untuk
mencapai pemenuhan diri dan harga diri
|
Interaksionisme
|
Memahami bahwa kita adalah diri yang berbeda dalam situasi yang berbeda
|
b.
Definisi Tes Kepribadian/ Inventori Kepribadian
Bagaimanakah kita dapat mengetahui kalau si A itu sangat intorvert? Atau si
B yang ekpresif dan cocok jadi pemimpin? Atau, si C yang sangat emosional jika
ada yang membicarakan dia? Bagaimana kita dapat mengenali orang-orang ini
sehingga kita bisa mengenal atau bahkan mempelajarinya lebih mendalam lagi? Dalam kehidupan sehari-hari, kita sebenarnya
sering melakukan pengukuran terhadap kepribadian seseorang. Hanya saja kita biasa melakukannya
berdasarkan ciri-ciri stereotipe dari ciri-ciri kelompok di mana individu berasal, misalnya:
orang kota itu individualis, orang Jawa halus,
orang Medan pelit, dan sebagainya. Kita juga
cenderung menilai orang berdasarkan salah satu ciri tertentu yang kita sukai
atau tidak kita sukai. Penilaian dengan cara ini sangat menyesatkan dan disebul
hallo effect. Selain itu kita juga kerap mempunyai penilaian baik-buruk
pada ciri-ciri pribadi tertentu.
Oleh
karena itu diperlukan sperangkat alat tes atau asesmen yang dapat menggambarkan
kepribadian seseorang. Inventori kepribadian merupakan inventori yang digunakan
untuk mengidentifikasi dan mengukur struktur dan segi-segi dari kepribadian,
atau karakteristik dari cara berpikir, merasa, dan bertindak (Segal &
Coolidge, dalam Drummond & Jones, 2010). Dengan kata lain inventori kepribadian
atau asesmen kepribadian atau tes kepribadian merupakan tes/inventori/asesmen
yang menggambarkan karekteristik individu, dengan tujuan agar individu dapat
mengenal dan memahami dirinya sendiri dengan gambaran atau penjelasan yang
objektif dan terukur.
B. SEJARAH TES KEPRIBADIAN
Sejarah perkembangan asesmen kepribadian dimulai pada
tahun 1880-an oleh Sir Francis Galton, sepupu
dari ilmuwan terkenal Charles Darwin ini merupakan orang yang pertama kali
membuat laboratorium untuk mengukur perbedaan individual(Friedman &
Schustack, 2008), salah satu hasil terbesar dari riset yang dilakukannya adalah
munculnya teknik kuesioner sebagai prosedur standar dalam penelitian kepribadian. Tidak lama kemudian, G.
Stanley Hall memperluas metode tersebut dengan menggunakan data dari
sampel sejumlah orang dewasa, untuk
menggambarkan tren perkembangan
kepribadian pada remaja.
Sedangkan inventori pertama yang dikembangkan untuk
melakukan penilaian terhadap kepribadian individu adalah the Woodworth Personal Data
Sheet (1917). Instrumen ini digunakan pertama kali untuk kepentingan Perang
Dunia I. Pada waktu itu Departemen Pertahanan AS ingin
mendeteksi kemungkinan adanya tentara yang gagal di medan perang,
namun metode wawancara klinis tidak
praktis untuk diaplikasikan secara massal. Robert
Sessions Woodworth membuat daftar
dari beberapa gejala yang banyak
diungkap oleh para psikiater dalam
metode wawancara, seperti : “Apakah anda sering
melamun?”, “Apakah anda takut melihat darah?”, dan kemudian menyusun daftar
tersebut menjadi sebuah instrumen penilaian. Para tentara yang dilaporkan memiliki banyak gejala harus mengikuti pemeriksaan
lebih lanjut. Meskipun dianggap kurang peka dalam untuk mengukur
populasi yang besar, instrumen ini terbukti mampu mendeteksi
para tentara yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan
diri, dengan lebih ekonimis dan
efisien.
Seiring dengan waktu, item-item dalam Woodworth semakin dikembangkan dan isinya
mulai bergeser disesuaikan dengan tujuan
penggunaannya, mulai dari pengukuran secara pribadi maupun untuk kebutuhan institusi tertentu. Inventori self-report
mulai berkembang menjadi beragam instrumen dengan beraneka fungsi dan manfaat.
Beberapa inventori dikembangkan desain untuk membantu mengenali apakah individu
berada dalam rentang normal, inventori semacam
ini biasanya dimanfaatkan sebagai alat bantu untuk mengukur pemahaman diri,
atau untuk membantu kegiatan bimbingan yang dilakukan oleh konselor, pendidik,
atau praktisi dunia industri. Ada juga inventori yang disusun
untuk membantu dokter dalam membuat analisa patologis pada kasus-kasus
klinis(Cronbach, 1990).
C. JENIS – JENIS TES KEPRIBADIAN
Menurut Gregory (2000) sejarah asesmen kepribadian terbagi menjadi 2 tren
yang saling tumpang tindih, yaitu teknik proyektif yang tidak terstruktur, yang
mendominasi pengukuran kepribadian pada awal abad 20-an, dan yang kedua yaitu
pendekatan/metode yang terstruktur, seperti inventori self-report dan
behavioral ratings, yang mulai berkembang pada pertengahan abad 20 dan terus
meningkat popularitas penggunaannya hingga saat ini.
a.
Teknik Proyektif
Teknik proyektif yaitu teknik asesmen yang berusaha
mempelajari kepribadian melalui penggunaan stimulus, tugas, atau situasi yang
relatif tidak terstruktur. Disebut poyektif karena teknik ini memungkinkan
individu untuk dapat memproyeksikan motivasi dalam dirinya terhadap alat tes
yang diberikan. Selain membuat gambar, tes proyektif juga mencakup bercerita,
melengkapi kaimat, atau melakukan asosiasi kata (Friedman & Schustack,
2008). Teknik proyektif terbukti mampu memberikan hasil
dengan hipotesis yang lengkap, namun sebagian besar teknik ini kurang diminati, serta tidak mendapat
persetujuan dan dukungan dari para praktisi yang berorientasi psikometri. Tes
proyektif mendapat dukungan yang luas dari para pendukung teori psikoanalisis
karena teknik ini berusaha untuk menangkap motivasi tidak sadar yang dimiliki
oleh individu.
Salah satu teknik proyektif yang
kontroversi, sering dipertanyakan, dan sekaligus paling banyak digunakan adalah
tes Rorschach. Tes Rorschach merupakan tes proyektif berupa 10 percikan tinta
pada kertas yang dibuat oleh seorang psikiater asal Swiss bernama Hermann
Rorschach. 10 percikan tinta itu terdiri dari 5 percikan berwarna hitam dan
abu-abu, 2 berwarna hitam, abu-abu, dan merah, serta 3 lainnya merupakan
campuran dari beberapa warna pastel (Kaplan, 2009). Rorschach menunjukkan satu
persatu kartu tersebut kepada pasien dan meminta pasien untuk memberikan
deskripsi mengenai apa yang mereka lihat dalam percikan tinta tersebut. Tes ini
memiliki keterbatasan yang sama dengan tes proyektif lainnya, yaitu dalam
pemberian skor. Interpretasi yang diberikan satu tester bisa berbeda dengan
yang diberikan oleh tester lain dalam kesempatan tes yang berbeda, hal ini yang
menyebankan skor reliabilitas tes Rorschach menjadi rendah. Meskipun usaha
untuk melakukan standarisasi terhadap pemberian skor telah dilakukan, namun
masih banyak penelitian yang menunjukkan bahwa tes ini tidak memiliki validitas
yang baik, meskipun begitu, sampai saat ini tes Rorschach masih tetap banyak
dimanfaatkan terutama dalam seting klinis (Exner, 1986 & Peterson, 1978,
dalam Kaplan 2009).
Tes proyektif lain yang juga sering
digunakan yaitu TAT (Thematic Apperception Test) yang dikembangkan pada
tahun 1935 oleh Christina Morgan dan Henry Murray dari Harvard University.
Kaplan (2009) menjelaskan beberapa perbedaan tes ini dengan Rorschach dalam
tabel berikut,
RORSCHACH
|
TAT
|
Ditolak oleh komunitas ilmiah
|
Diterima dengan baik oleh komunitas ilmiah
|
Tidak berdasar teori apapun
|
Berdasarkan teori kebutuhan Murray (1938)
|
Terlalu banyak diklaim
|
Tidak banyak diklaim
|
Diakui sebagai instrumen diagnostik
|
Tidak diakui sebagai instrumen diagnostik
|
Banyak digunakan dalam seting klinis
|
Digunakan dalam seting klinis dan non klinis
|
Tes TAT lebih terstruktur dan tidak seambigu tes
Rorschach. TAT terdiri dari serangkaian foto/gambar yang menggambarkan beberapa
adegan. Dalam TAT testee diminta untuk membuat sebuah cerita tentang gambar
yang ditunjukkan, termasuk perkiraan mengenai apa yang akan terjadi kemudian.
Penting untuk diperhatikan bahwa tes proyektif,
seperti halnya semua tes kepribadian, membuat asumsi mengenai hakikat dari
kepribadian dan perilaku. Tes proyektif mengasumsikan adanya pola dasar di
dalam diri seseorang, dan pola ini muncul dalam cara individu merespon stimulus
yang diberikan.
b.
Pendekatan/Metode Terstruktur
Pendekatan/Metode Terstruktur adalah metode asesmen
kepribadian yang lebih obyektif dan lebih disukai oleh para psikolog. Gregory
(2000) membagi asesmen kepribadian menjadi 2 bagian besar, yaitu asesmen
kepribadian terstruktur (Structured Personality Assessment), dan asesmen
perilaku (Behavioral Assessment).
1.
Structured Personality Assessment
Pendekatan terstruktur di sini maksudnya yaitu bahwa
beberapa asesmen kepribadian berikut ini telah dikaji berdasarkan perspektif
metodologis dalam ilmu psikometri, meliputi unsur reliabilitas, kunci kriteria,
analisis faktor, validasi konstruk, dan unsur lain dalam statistika testing.
Dengan kata lain, asesmen kepribadian terstruktur adalah alat ukur yang
merupakan hasil dari sebuah riset, bersifat obyektif, serta memiliki
administrasi, skoring, dan interpretasi yang sangat rapi dan spesifik. Saat ini
asesmen-asesmen terstruktur ini sudah bisa diikuti dengan menggunakan komputer,
bahkan dengan sistem online, testee hanya tinggal menjawab pertanyaan yang
ditampilkan di layar, dan beberapa menit berikutnya hasil sudah bisa di-print.
Para ahli psikometri kontemporer berpatokan pada 3
pendekatan dalam mengembangkan tes, yaitu
pendekatan yang berdasarkan teori, berdasarkan analisa faktor, dan pendekatan
yang berdasarkan kunci kriteria (criterion-key methods). Pada
kesempatan ini kami juga akan menjelaskan tentang pembagian inventori
kepribadian berdasarkan kriteria tersebut.
Inventori
yang dikembangkan berdasarkan teori
v Edward
Personal Preference Schedule (EPPS)
EPPS merupakan inventori kepribadian terstruktur
pertama yang dikembangkan berdasarkan teori kepribadian Henry Alexander Murray
(1938). Teori ini berisi 15 variabel kepribadian individu, dan sudah pernah dikembangkan
dalam tes proyektif bernama Thematic Apperception Test (TAT) kepribadian
individu. Karena merasa tidak puas dengan kesubyektifan tes proyektif, maka
pada tahun 1958 Allen L. Edwards dari University of Washington berusaha mengembangkan
sebuah inventori yang terstruktur dan obyektif, maka disusunlah EPPS yang
terdiri dari 210 pasang pernyataan. Inventori ini menggunakan format pilihan
pernyataan tertutup, dimana testee diharuskan untuk memilih satu pernyataan
yang paling sesuai dengan kepribadiannya, dari sepasang pernyataan yang
diberikan. Bagi sebagian testee format pilihan pernyataan di EPPS ini akan
terasa aneh dan kurang nyaman, karena banyak memberikan pilihan-pilihan yang
cukup sulit dan membingungkan, misalnya :
1.
A. Saya suka membantu seorang nenek menyeberang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar