7 April 2013

Personality Assessment (Inventori Kepribadian)

.   PENGERTIAN TES KEPRIBADIAN

a.      Definisi Kepribadian
Dalam bahasa Inggris, kepribadian disebut personality. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani "persona", yang berarti topeng. Istilah ini kemudian  diadopsi oleh orang-orang Roma dan mendapatkan konotasi baru yaitu "sebagaimana seseorang nampak di hadapan orang lain". Konotasi ini seakan-akan menunjukkan bahwa kepribadian bukanlah diri orang tersebut yang sebenarnya. Kata kepribadian memiliki banyak arti. Banyak peneliti dan ilmuwan mencoba mendefinisikan kepribadian secara komprehensif. Definisi-definisi yang coba dipaparkan oleh para peneliti atau ilmuwan antara lain:
*      Gordon Allport (dikatakan sebagai Bapak teori keribadian) mencoba merumuskan, menjelaskan dan mengklasifikasikan kurang lebih 50 pernyataan yan gmenggambarkan tentang kepribadian. Salah satunya Allport menerangkan kepribadian merupakan ”the dinamic organization within the individual of those psychophysical systems that determine his unique adjusment to his enviroment” (organisasi yang dinamis dalam diri individu yang merupakan rangkaian sistem psikofisik yang menentukan keunikan penyesuaian individu terhadap lingkungannya). Kata dinamis menunjukkan bahwa kepribadian bisa berubah-ubah, dan antar berbagai komponen kepribadian (yaitu sistem-sistem psikofisik) terdapat hubungan yang erat. Hubungan-hubungan itu terorganisir sedemikan rupa sehingga secara bersama-sama mempengaruhi pola perilakunya dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
*      Beberapa peneliti mencoba merumuskan kepribadian dengan menyamakannya dengan temprament, yaitu kecenderungan alamiah dari perilaku, perasaan, dan pikiran individu. Raymond Cattel mendefinisikan kepribadian sebagai sesuatu yang memungkinkan kita untuk meramalkan apa yang akan dilakukan oleh seseorang dalam situasi tertentu. Sedangkan menurut Alfred Adler, kepribadian adalah gaya hidup individu atau cara yang khas dari individu tersebut dalam memberikan respons terhadap masalah-masalah hidup. JP. Chaplin dalam Kamus Psikologi, yaitu integrasi dari sifat-sifat tertentu yang dapat diselidiki dan dijabarkan untuk menyatakan kualitas yang unik dari individu (Ahmadi, 2004).
*      Definisi lainnya merumuskan kepribadian sebagai kondisi yang ditampakkan keluar atau perilaku yang bisa diamati; sebagai contoh Watson,1924 (dalam Drummond & Jones, 2010) mencirikan kepribadian sebagai ”the end product of our habit system” (hasil akhir dari sistem kebiasaan).
*      Kepribadian merupakan kualitas seseorang yang bersifat subjektif. Sesuatu yang muncul dari dan sudah terdapat dalam diri seseorang – inner.
*      Kepribadian merupakan sesuatu dalam diri individu yang sifatnya konsisten, stabil dan merupakan perilaku yang menetap, dan dari waktu ke waktu cenderung sama (Maddi, 1980 dalam Drummond & Jones, 2010).
*      Kepribadian merupakan pola yang tetap dari pikiran, emosi, dan perilaku yang membedakan individu dari individu lain. (Drummond & Jones, 2010)
Lebih dalam lagi mempelajari kepribadian, ada tiga pemikiran fundamental yang mendasari kepribadian, yaitu:
1.      TRAITS (Sifat/Ciri/Karakter). Sifat bisa dijelaskan juga dengan ciri bawaan. Personality trait dapat dilihat sebagai karakteristik atau kualitas yang membedakan dan mempengaruhi individu.  Sifat dapat didefinisikan sebagai dimensi beda dari individu dalam kecenderungan untuk memperlihatkan kekonsistenan dari pikiran, perasaan, dan perilakunya (McCrae & Costa, 2003). Sifat diasumsikan relatih stabil dan menetap sepanjang waktu,dan sangat mempengaruhi perilaku.
2.      STATES. Berkaitan dengan kepribadian state diartikan sebagai beberapa sifat yang muncul namun sifatnya sementara. Jika trait menunjukkan karakteristik kepribadian yang menetap, sedangkan state menunjukkan perilaku yang cenderung sementara. Sebagai contoh: siswa cenderung mengalami kecemasan saat menghadapi ujian. Kecemasan disini merupakan state.
3.      TYPES. Beberapa peneliti mencoba memahami kepribadian melalui trait approach yaitu dengan mengklasifikasikan kepribadian dalam berbagai maca tipe, yang kemudian dikenal dengan tipe keribadian. Jika traits menitikberatkan pada karakter yang spesifik dari individu, maka type dapat dikatakan sebagai gambaran umum yang dapat menjelaskan individu. Tipologi Kepribadian mulai dikenal sejak Hipocrates mengklasifikasikan manusia kedalam empat tipe yaitu melancholic, phlegmatic, choleric, dan sanguine.   
Sebagai informasi, kepribadian secara umum dapat dilihat melalui berbagai macam perspektif yang didasarkan melalui teori-teori psikologi yang mendasarinya. Perspektif tersebut antara lain dirangkum pada tabel dibawah ini
Perspektif
Pandangan penting kepribadian
Psikoanalisis
Fokus pada pengaruh-pengaruh tidak sadar, pentingnya dorongan seksual, bahkan dalam bidang-bidang nonseksual.
Neo-analisis/Ego
Fokus pada diri (self) yang berjuang untuk mengatasi emosi dan dorongan di dalam diri dan tuntutan dari orang lain di luar diri.
Biologis
Menitikberatkan pada kecenderungan dan keterbatasan yang berasal dari warisan genetis; bisa dengan mudah dikombinasikan dengan sebagian besar pendekatan atau teori lain
Behaviorisme
Fokus pada analisis yang lebih ilmiah mengenai pengalaman belajar yang membentuk kepribadian
Kognitif
Melihat sifat aktif dari pikiran manusia; menggunakan pengetahuan modern dari psikologi kognitif
Trait
Teknik pemeriksaan individual yang baik
Humanisme
Menghargai hakikat spiritual seseorang; menekankan perjuangan untuk mencapai pemenuhan diri dan harga diri
Interaksionisme
Memahami bahwa kita adalah diri yang berbeda dalam situasi yang berbeda
b.      Definisi Tes Kepribadian/ Inventori Kepribadian
Bagaimanakah kita dapat mengetahui kalau si A itu sangat intorvert? Atau si B yang ekpresif dan cocok jadi pemimpin? Atau, si C yang sangat emosional jika ada yang membicarakan dia? Bagaimana kita dapat mengenali orang-orang ini sehingga kita bisa mengenal atau bahkan mempelajarinya lebih mendalam lagi? Dalam kehidupan sehari-hari, kita sebenarnya sering melakukan pengukuran terhadap kepribadian seseorang. Hanya saja kita biasa melakukannya berdasarkan ciri-ciri stereotipe dari ciri-ciri kelompok di mana individu berasal, misalnya: orang kota itu individualis, orang Jawa halus, orang Medan pelit, dan sebagainya. Kita juga cenderung menilai orang berdasarkan salah satu ciri tertentu yang kita sukai atau tidak kita sukai. Penilaian dengan cara ini sangat menyesatkan dan disebul hallo effect. Selain itu kita juga kerap mempunyai penilaian baik-buruk pada ciri-ciri pribadi tertentu.
Oleh karena itu diperlukan sperangkat alat tes atau asesmen yang dapat menggambarkan kepribadian seseorang. Inventori kepribadian merupakan inventori yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mengukur struktur dan segi-segi dari kepribadian, atau karakteristik dari cara berpikir, merasa, dan bertindak (Segal & Coolidge, dalam Drummond & Jones, 2010). Dengan kata lain inventori kepribadian atau asesmen kepribadian atau tes kepribadian merupakan tes/inventori/asesmen yang menggambarkan karekteristik individu, dengan tujuan agar individu dapat mengenal dan memahami dirinya sendiri dengan gambaran atau penjelasan yang objektif dan terukur.
B.   SEJARAH TES KEPRIBADIAN
Sejarah perkembangan asesmen kepribadian dimulai pada tahun 1880-an oleh Sir Francis Galton, sepupu dari ilmuwan terkenal Charles Darwin ini merupakan orang yang pertama kali membuat laboratorium untuk mengukur perbedaan individual(Friedman & Schustack, 2008), salah satu hasil terbesar dari riset yang dilakukannya adalah munculnya teknik kuesioner sebagai prosedur standar dalam penelitian kepribadian. Tidak lama kemudian, G. Stanley Hall memperluas metode tersebut dengan menggunakan data dari sampel sejumlah orang dewasa, untuk menggambarkan tren perkembangan kepribadian pada remaja.
Sedangkan inventori pertama yang dikembangkan untuk melakukan penilaian terhadap kepribadian individu adalah the Woodworth Personal Data Sheet (1917). Instrumen ini digunakan pertama kali untuk kepentingan Perang Dunia I. Pada waktu itu Departemen Pertahanan AS ingin mendeteksi kemungkinan adanya tentara yang gagal di medan perang, namun metode wawancara klinis tidak praktis untuk diaplikasikan secara massal. Robert Sessions Woodworth membuat daftar dari beberapa gejala yang banyak diungkap oleh para psikiater dalam metode wawancara, seperti : “Apakah anda sering melamun?”, “Apakah anda takut melihat darah?”, dan kemudian menyusun daftar tersebut menjadi sebuah instrumen penilaian. Para tentara  yang dilaporkan memiliki banyak gejala harus mengikuti pemeriksaan lebih lanjut. Meskipun dianggap kurang peka dalam untuk mengukur populasi yang besar, instrumen ini terbukti mampu mendeteksi para tentara yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri, dengan lebih ekonimis dan efisien.
Seiring dengan waktu, item-item dalam Woodworth semakin dikembangkan dan isinya mulai bergeser disesuaikan dengan tujuan penggunaannya, mulai dari pengukuran secara pribadi maupun untuk kebutuhan institusi tertentu. Inventori self-report mulai berkembang menjadi beragam instrumen dengan beraneka fungsi dan manfaat. Beberapa inventori dikembangkan desain untuk membantu mengenali apakah individu berada dalam rentang normal, inventori semacam ini biasanya dimanfaatkan sebagai alat bantu untuk mengukur pemahaman diri, atau untuk membantu kegiatan bimbingan yang dilakukan oleh konselor, pendidik, atau praktisi dunia industri. Ada juga inventori yang disusun untuk membantu dokter dalam membuat analisa patologis pada kasus-kasus klinis(Cronbach, 1990).
C.   JENIS – JENIS TES KEPRIBADIAN
Menurut Gregory (2000) sejarah asesmen kepribadian terbagi menjadi 2 tren yang saling tumpang tindih, yaitu teknik proyektif yang tidak terstruktur, yang mendominasi pengukuran kepribadian pada awal abad 20-an, dan yang kedua yaitu pendekatan/metode yang terstruktur, seperti inventori self-report dan behavioral ratings, yang mulai berkembang pada pertengahan abad 20 dan terus meningkat popularitas penggunaannya hingga saat ini.
a.      Teknik Proyektif
Teknik proyektif yaitu teknik asesmen yang berusaha mempelajari kepribadian melalui penggunaan stimulus, tugas, atau situasi yang relatif tidak terstruktur. Disebut poyektif karena teknik ini memungkinkan individu untuk dapat memproyeksikan motivasi dalam dirinya terhadap alat tes yang diberikan. Selain membuat gambar, tes proyektif juga mencakup bercerita, melengkapi kaimat, atau melakukan asosiasi kata (Friedman & Schustack, 2008). Teknik proyektif terbukti mampu memberikan hasil dengan hipotesis yang lengkap, namun sebagian besar teknik ini kurang diminati, serta tidak mendapat persetujuan dan dukungan dari para praktisi yang berorientasi psikometri. Tes proyektif mendapat dukungan yang luas dari para pendukung teori psikoanalisis karena teknik ini berusaha untuk menangkap motivasi tidak sadar yang dimiliki oleh individu.
Salah satu teknik proyektif yang kontroversi, sering dipertanyakan, dan sekaligus paling banyak digunakan adalah tes Rorschach. Tes Rorschach merupakan tes proyektif berupa 10 percikan tinta pada kertas yang dibuat oleh seorang psikiater asal Swiss bernama Hermann Rorschach. 10 percikan tinta itu terdiri dari 5 percikan berwarna hitam dan abu-abu, 2 berwarna hitam, abu-abu, dan merah, serta 3 lainnya merupakan campuran dari beberapa warna pastel (Kaplan, 2009). Rorschach menunjukkan satu persatu kartu tersebut kepada pasien dan meminta pasien untuk memberikan deskripsi mengenai apa yang mereka lihat dalam percikan tinta tersebut. Tes ini memiliki keterbatasan yang sama dengan tes proyektif lainnya, yaitu dalam pemberian skor. Interpretasi yang diberikan satu tester bisa berbeda dengan yang diberikan oleh tester lain dalam kesempatan tes yang berbeda, hal ini yang menyebankan skor reliabilitas tes Rorschach menjadi rendah. Meskipun usaha untuk melakukan standarisasi terhadap pemberian skor telah dilakukan, namun masih banyak penelitian yang menunjukkan bahwa tes ini tidak memiliki validitas yang baik, meskipun begitu, sampai saat ini tes Rorschach masih tetap banyak dimanfaatkan terutama dalam seting klinis (Exner, 1986 & Peterson, 1978, dalam Kaplan 2009).
Tes proyektif lain yang juga sering digunakan yaitu TAT (Thematic Apperception Test) yang dikembangkan pada tahun 1935 oleh Christina Morgan dan Henry Murray dari Harvard University. Kaplan (2009) menjelaskan beberapa perbedaan tes ini dengan Rorschach dalam tabel berikut,
RORSCHACH
TAT
Ditolak oleh komunitas ilmiah
Diterima dengan baik oleh komunitas ilmiah
Tidak berdasar teori apapun
Berdasarkan teori kebutuhan Murray (1938)
Terlalu banyak diklaim
Tidak banyak diklaim
Diakui sebagai instrumen diagnostik
Tidak diakui sebagai instrumen diagnostik
Banyak digunakan dalam seting klinis
Digunakan dalam seting klinis dan non klinis
Tes TAT lebih terstruktur dan tidak seambigu tes Rorschach. TAT terdiri dari serangkaian foto/gambar yang menggambarkan beberapa adegan. Dalam TAT testee diminta untuk membuat sebuah cerita tentang gambar yang ditunjukkan, termasuk perkiraan mengenai apa yang akan terjadi kemudian.
Penting untuk diperhatikan bahwa tes proyektif, seperti halnya semua tes kepribadian, membuat asumsi mengenai hakikat dari kepribadian dan perilaku. Tes proyektif mengasumsikan adanya pola dasar di dalam diri seseorang, dan pola ini muncul dalam cara individu merespon stimulus yang diberikan.
b.      Pendekatan/Metode Terstruktur
Pendekatan/Metode Terstruktur adalah metode asesmen kepribadian yang lebih obyektif dan lebih disukai oleh para psikolog. Gregory (2000) membagi asesmen kepribadian menjadi 2 bagian besar, yaitu asesmen kepribadian terstruktur (Structured Personality Assessment), dan asesmen perilaku (Behavioral Assessment).
1.      Structured Personality Assessment
Pendekatan terstruktur di sini maksudnya yaitu bahwa beberapa asesmen kepribadian berikut ini telah dikaji berdasarkan perspektif metodologis dalam ilmu psikometri, meliputi unsur reliabilitas, kunci kriteria, analisis faktor, validasi konstruk, dan unsur lain dalam statistika testing. Dengan kata lain, asesmen kepribadian terstruktur adalah alat ukur yang merupakan hasil dari sebuah riset, bersifat obyektif, serta memiliki administrasi, skoring, dan interpretasi yang sangat rapi dan spesifik. Saat ini asesmen-asesmen terstruktur ini sudah bisa diikuti dengan menggunakan komputer, bahkan dengan sistem online, testee hanya tinggal menjawab pertanyaan yang ditampilkan di layar, dan beberapa menit berikutnya hasil sudah bisa di-print.
Para ahli psikometri kontemporer berpatokan pada 3 pendekatan dalam mengembangkan tes, yaitu pendekatan yang berdasarkan teori, berdasarkan analisa faktor, dan pendekatan yang berdasarkan kunci kriteria (criterion-key methods). Pada kesempatan ini kami juga akan menjelaskan tentang pembagian inventori kepribadian berdasarkan kriteria tersebut.
*  Inventori yang dikembangkan berdasarkan teori
v  Edward Personal Preference Schedule (EPPS)
EPPS merupakan inventori kepribadian terstruktur pertama yang dikembangkan berdasarkan teori kepribadian Henry Alexander Murray (1938). Teori ini berisi 15 variabel kepribadian individu, dan sudah pernah dikembangkan dalam tes proyektif bernama Thematic Apperception Test (TAT) kepribadian individu. Karena merasa tidak puas dengan kesubyektifan tes proyektif, maka pada tahun 1958 Allen L. Edwards dari University of Washington berusaha mengembangkan sebuah inventori yang terstruktur dan obyektif, maka disusunlah EPPS yang terdiri dari 210 pasang pernyataan. Inventori ini menggunakan format pilihan pernyataan tertutup, dimana testee diharuskan untuk memilih satu pernyataan yang paling sesuai dengan kepribadiannya, dari sepasang pernyataan yang diberikan. Bagi sebagian testee format pilihan pernyataan di EPPS ini akan terasa aneh dan kurang nyaman, karena banyak memberikan pilihan-pilihan yang cukup sulit dan membingungkan, misalnya :
1.      A. Saya suka membantu seorang nenek menyeberang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar